Kamis, 10 April 2014

Makalah Jejas, Adaptasi dan kematian sel

PATOLOGI
JEJAS, ADAPTASI DAN KEMATIAN SEL


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
    Sel normal merupakan mikrokosmos yang berdenyut tanpa henti, secara tetap mengubah stuktur dan fungsinya untuk memberi reaksi terhadap tantangan dan tekanan yang selalu berubah. Bila tekanan atau rangsangan terlalu berat, struktur dan fungsi sel cenderung bertahan dalam jangkauan yang relatif sempit.
    Penyesuaian sel mencapai perubahan yang menetap, mempertahankan kesehatan sel meskipun tekanan berlanjut. Tetapi bila batas kemampuan adaptasi tersebut melampaui batas maka akan terjadi jejas sel atau cedera sel bahkan kematian sel. Dalam bereaksi terhadap tekanan yang berat maka sel akan menyesuaikan diri, kemudian terjadi jejas sel atau cedera sel yang akan dapat pulih kembali dan jika tidak dapat pulih kembali sel tersebut akan mengalami kematian sel. Dalam makalah ini akan membahas tentang mekanisme jejas, adaptasi dan kematian sel.
B.    Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian jejas sel ?
2.    Apa penyebab jejas sel ?
3.    Bagaimana proses adaptasi pada sel ?
4.    Bagaimana proses terjadinya kematian pada sel ?
C.    Tujuan Penulisan
1.    Mengetahui pengertian jejas sel.
2.    Mengetahui penyebab jejas sel.
3.    Menjelaskan proses adaptasi pada sel.
4.    Menjelaskan proses terjadinya kematian pada sel.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Jejas Sel
    Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar serta jenis cedera. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan sifat transportasinya.
    Berdasarkan tingkat kerusakannya, cedera atau jejas sel dikelompokkan menjadi 2 kategori utama yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas irreversible (kematian sel). Jejas reversible adalah suatu keadaan ketika sel dapat kembali ke fungsi dan morfologi semula jika rangsangan perusak ditiadakan. Sedangkan jejas irreversible adalah suatu keadaan saat kerusakan berlangsung secara terus-menerus, sehingga sel tidak dapat kembali ke keadaan semula dan sel itu akan mati. Cedera menyebabkan hilangnya pengaturan volume pada bagian-bagian sel.

B.    Penyebab Jejas Sel
Penyebab terjadinya jejas sel (cedera sel) :
1.    Hipoksia (pengurangan oksigen) terjadi sebagai akibat dari :
a.    Iskemia (kehilangan pasokan darah)
Dapat terjadi bila aliran arteri atau aliran vena dihalangi oleh penyakit vaskuler atau bekuan didalam lumen.
b.    Oksigenisasi tidak mencukupi karena kegagalan kardiorespirasi. Misalnya pneumonia.
c.    Hilangnya kapasitas pembawa oksigen darah misalnya anemia, keracunan karbon monooksida.
    Tergantung pada derajat keparahan hipoksi, sel-sel dapat menyesuaikan, terkena jejas atau mati. Sebagai contoh, bila arteri femoralis menyempit, sel-sel otot skelet tungkai akan mengisut ukurannya (atrofi). Penyusutan massa sel ini mencapai keseimbangan antara kebutuhan metabolik dan perbekalan oksigen yang tersedia. Hipoksi yang lebih berat tentunya akan menyebabkan jejas atau kematian sel.
2.    Faktor fisik
a.    Trauma
Trauma mekanik dapat menyebabkan sedikit pergeseran tapi nyata, pada organisasi organel intrasel atau pada keadaa lain yang ekstrem, dapat merusak sel secara keseluruhan.
b.    Suhu rendah
Suhu rendah mengakibatkan vasokontriksi dan mengacaukan perbekalan darah untuk sel. Jejas pada pengaturan vasomotor dapat disertai vasodilatasi, bendungan aliran darah dan kadang-kadang pembekuan intravaskular. Bila suhu menjadi cukup rendah aliran intrasel akan mengalami kristalisasi.
c.    Suhu Tinggi
Suhu tinggi yag merusak dapat membakar jaringan, tetapi jauh sebelum titik bakar ini dicapai, suhu yang meningkat berakibat jejas dengan akibat hipermetabolisme. Hipermetabolisme menyebabkan penimbunan asam metabolit yang merendahkan pH sel sehingga mencapai tingkat bahaya.
d.    Radiasi
Kontak dengan radiasi secara fantastis dapat menyebabkan jejas, baik akibat ionisasi langsung senyawa kimia yang dikandung dalam sel maupun karena ionisasi air sel yang menghasilkan radikal “panas” bebas yang secara sekunder bereaksi dengan komponen intrasel. Tenaga radiasi juga menyebabkan berbagai mutasi yang dapat menjejas atau membunuh sel.
e.    Tenaga Listrik
Tenaga listrik memancarkan panas bila melewati tubuh dan oleh karena itu dapat menyebabkan luka bakar dan dapat mengganggu jalur konduksi saraf dan berakibat kematian karena aritmi jantung.
3.    Bahan kimia dan obat-obatan
    Banyak bahan kimia dan obat-obatan yang berdampak terjadinya perubahan pada beberapa fungsi vital sel, seperti permeabilitas selaput, homeostasis osmosa atau keutuhan enzim dan kofaktor. Masing-masing agen biasanya memiliki sasaran khusus dalam tubuh, mengenai beberapa sel dan tidak menyerang sel lainnya. Misalnya barbiturat menyebabkan perubahan pada sel hati, karena sel-sel ini yang terlibat dalam degradasi obat tersebut. Atau bila merkuri klorida tertelan, diserap dari lambung dan dikeluarkan melalui ginjal dan usus besar. Jadi dapat menimbulkan dampak utama pada alat-alat tubuh ini. Bahan kimia dan obat-obatan lain yang dapat menyebabkan jejas sel :
a.    Obat terapeotik misalnya, asetaminofen (Tylenol).
b.    Bahan bukan obat misalnya, timbale dan alkohol.
4.    Bahan penginfeksi atau mikroorganisme
    Mikroorganisme yang menginfeksi manusia mencakup berbagai virus, ricketsia, bakteri, jamur dan parasit. Sebagian dari organisme ini menginfeksi manusia melalui akses langsung misalnya inhalasi, sedangkan yang lain menginfeksi melalui transmisi oleh vektor perantara, misalnya melalui sengatan atau gigitan serangga. Sel tubuh dapat mengalami kerusakan secara langsung oleh mikroorganisme, melalui toksis yang dikeluarkannya, atau secara tidak langsung akibat reaksi imun dan perandangan yang muncul sebagai respon terhadap mikroorganisme.
5.    Reaksi imunologik, antigen penyulut dapat eksogen maupun endogen. Antigen endogen (misal antigen sel) menyebabkan penyakit autoimun.
6.    Kekacauan genetik misalnya mutasi dapat menyebabkan mengurangi suatu enzim kelangsungan.
7.    Ketidakseimbangan nutrisi, antara lain :
a.    Defisiensi protein-kalori.
b.    Avitaminosis.
c.    Aterosklerosis, dan obesitas.
8.    Penuaan.

C.    Proses Adaptasi Sel
Adaptasi sel dibagi menjadi beberapa kategori yaitu :
1.    Atrofi
    Adalah berkurangnya ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi dapat terjadi akibat sel atau jaringan tidak digunakan misalnya, otot individu yang mengalami imobilisasi atau pada keadaan tanpa berat (gravitasi 0). Atrofi juga dapat timbul sebagai akibat penurunan rangsang hormon atau saraf terhadap sel atau jaringan.


2.    Hipertrofi
    Adalah bertambahnya ukuran suatu sel atau jaringan. Hipertrofi merupakan suatu respon adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja suatu sel. Terdapat 3 jenis utama hipertrofi yaitu :
a.    Hipertrofi fisiologis terjadi sebagai akibat dari peningkatan beban kerja suatu sel secara sehat.
b.    Hipertrofi patologis terjadi sebagai respons terhadap suatu keadaan sakit
c.    Hipertrofi kompensasi terjadi sewaktu sel tumbuh untuk mengambil alih peran sel lain yang telah mati.
3.    Hiperplasia
    Adalah peningkatan jumlah sel yang terjadi pada suatu organ akibat peningkatan mitosis. Hiperplasia dapat terbagi 3 jenis utama yaitu :
a.    Hiperplasia fisiologis terjadi setiap bulan pada sel endometrium uterus selama stadium folikuler pada siklus mentruasi.
b.    Hiperplasia patologis dapat terjadi akibat kerangsangan hormon yang berlebihan.
c.    hiperplasia kompensasi terjadi ketika sel jaringan bereproduksi untuk mengganti jumlah sel yang sebelumnya mengalami penurunan.
4.    Metaplasia
    Adalah berbahan sel dari satu subtipe ke subtipe lainnya. Metaplasia terjadi sebagai respon terhadap cidera atau iritasi continue yang menghasilkan peradangan kronis pada jaringan.



5.    Displasia
    Adalah kerusakan pertumbuhan sel yang menyebabkan lahirnya sel yang berbeda ukuran, bentuk dan penampakannya dibandingkan sel asalnya.Displasia tampak terjadi pada sel yang terpajan iritasi dan peradangan kronik.

D.    Proses Kematian Sel
    Akibat  jejas yang paling ekstrim adalah kematian sel ( cellular death ). Kematian sel dapat mengenai seluruh tubuh ( somatic death ) atau kematian umum dan dapat pula setempat, terbatas mengenai suatu daerah jaringan teratas atau hanya pada sel-sel tertentu saja. Terdapat dua jenis utama kematian sel, yaitu apoptosis dan nekrosis. Apoptosis (dari bahasa yunani apo = “dari” dan ptosis = “jatuh”) adalah kematian sel terprogram (programmed cell death), yang normal terjadi dalam perkembangan sel untuk menjaga keseimbangan pada organisme multiseluler. Sel-sel yang mati adalah sebagai respons dari beragam stimulus dan selama apoptosis kematian sel-sel tersebut terjadi secara terkontrol dalam suatu regulasi yang teratur.
1.    Apoptosis
    Adalah suatu proses yang ditandai dengan terjadinya urutan teratur tahap molekular yang menyebabkan disintegrasi sel. Apoptosis tidak ditandai dengan adanya pembengkakan atau peradangan, namun sel yang akan mati menyusut dengan sendirinya dan dimakan oleh oleh sel di sebelahnya. Apoptosis berperan dalam menjaga jumlah sel relatif konstan dan merupakan suatu mekanisme yang dapat mengeliminasi sel yang tidak diinginkan, sel yang menua, sel berbahaya, atau sel pembawa transkripsi DNA yang salah.
    Kematian sel terprogram dimulai selama embriogenesis dan terus berlanjut sepanjang waktu hidup organisme. Rangsang yang menimbulkan apoptosis meliputi isyarat hormon, rangsangan antigen, peptida imun, dan sinyal membran yang mengidentifikasi sel yang menua atau bermutasi. Virus yang menginfeksi sel akan seringkali menyebabkan apoptosis, yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian virus dan sel pejamu (host). Hal ini merupakan satu cara yang dikembangkan oleh organisme hidup untuk melawan infeksi virus.
Perubahan morfologi dari sel apoptosis diantaranya sebagai berikut :
a.    Sel mengkerut
b.    Kondesasi kromatin
c.    Pembentukan gelembung dan apoptotic bodies
d.    Fagositosis oleh sel di sekitarnya
2.    Nekrosis
    Adalah kematian sekelompok sel atau jaringan pada lokasi tertentu dalam tubuh. Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis. Faktor yang sering menyebabkan kematian sel nekrotik adalah hipoksia berkepanjangan, infeksi yang menghasilkan toksin dan radikal bebas, dan kerusakan integritas membran sampai pada pecahnya sel. Respon imun dan peradangan terutama sering dirangsang oleh nekrosis yang menyebabkan cedera lebih lanjut dan kematian sel sekitar. Nekrosis sel dapat menyebar di seluruh tubuh tanpa menimbulkan kematian pada individu. Istilah nekrobiosis digunakan untuk kematian yang sifatnya fisiologik dan terjadi terus-menerus. Nekrobiosis misalnya terjadi pada sel-sel darah dan epidermis. Indikator Nekrosis diantaranya hilangnya fungsi organ, peradangan disekitar nekrosis, demam, malaise, lekositosis, peningkatan enzim serum.


Dua proses penting yang menunjukkan perubahan nekrosis yaitu :
a.    Disgestif enzimatik sel baik autolisis (dimana enzim berasal dari sel mati) atau heterolysis(enzim berasal dari leukosit). Sel mati dicerna dan sering meninggalkan cacat jaringan yang diisi oleh leukosit imigran dan menimbulkan abse.
b.    Denaturasi protein, jejas atau asidosis intrasel menyebabkan denaturasi protein struktur dan protein enzim sehingga menghambat proteolisis sel sehingga untuk sementara morfologi sel dipertahankan.
Kematian sel menyebabkan kekacauan struktur yang parah dan akhirnya organa sitoplasma hilang karena dicerna oleh enzym litik intraseluler (autolysis).
3.    Akibat Kematian Sel
    Kematian sel dapat mengakibatkan gangren. Gangren dapat diartikan sebagai kematian sel dalam jumlah besar. Gangren dapat diklasifikasikan sebagai kering dan basah. Gangren kering sering dijumpai diektremitas, umumnya terjadi akibat hipoksia berkepanjangan. Gangren basah adalah suatu area kematian jaringan yang cepat perluasan, sering ditemukan di organ dalam dan berkaitan dengan infasi bakteri kedalam jaringan yang mati tersebut. Gangren ini menimbulkan bau yang kuat dan biasanya disertai oleh manivestasi sistemik. Gangren basah dapat timbul dari gangren kering. Gangren ren gas adalah jenis gangren khusus yang terjadi sebagai respon terhadap infeksi jaringan oleh suatu jenis bakteri anaerob yang disebut clostridium. Gangren gas cepat meluas kejaringan disekitarnya sebagai akibat dikeluarkannya toksin yang mematikan oleh bakteri yang membunuh sel-sel disekitarnya. Sel-sel otot sangat rentan terhadap toksin ini dan apabila terkena akan mengeluarkan gas hidrogen sulfida yang khas. Gangren jenis ini dapat mematikan.
 

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan makalah di atas dapat disimpukan :
1.    Jejas sel adalah cedera pad sel karena suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar serta jenis cedera. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan sifat transportasinya.
2.    Penyebab jejas sel antara lain :
a.    Hipoksia (pengurangan oksigen)
b.    Faktor fisik, termasuk trauma, panas, dingin, radiasi, dan tenaga listrik.
c.    Bahan kimia dan obat-obatan
d.    Bahan penginfeksi
e.    Reaksi imunologik
f.    Kekacauan genetik
g.    Ketidakseimbangan nutrisi
h.    Penuaan.
3.    Proses adaptasi sel dapat dikategorikan sebagai berikut :
a.    Displasia
b.    Metaplasia
c.    Hiperplasia
d.    Hipertrofi
e.    Atrofi
4.    Proses kematian sel dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu Nekrosis dan Apoptosis. Akibat dari kematian sel dalam jumlah besar disebut Gangren.

B.    Saran
Hindari hal-hal penyebab yang dapat mengakibatkan jejas sel atau cedera sel agar dapa terhindar dari kematian sel.


















DAFTAR PUSTAKA


Robiins dan Kumar. 1992.  Buku Ajar Patologi I. Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar